MELAWI, infokalbar.com – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Desa kelakik, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat masih marak terjadi.
Dalam sepekan terakhir, menjadi sorotan Media lokal dan Nasional yang menghebohkan dunia maya khususnya di Kabupaten Melawi.
Terkait maraknya aktifitas PETI di Kabupaten Melawi, Syamsuardi selaku Sekum LSM PISIDA dan Bambang dari Info-Kalbar angkat bicara mengenai sistem regulasi serta aturan yang berlaku.
Apa saja jerat hukum yang dapat dijatuhkan kepada penambang emas ilegal di Kabupaten Melawi yang telah mencemari sungai dengan membuang limbah beracun, seperti limbah merkuri (raksa) dan sianida?
Merkuri dan Sianida sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Limbah menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Sedangkan yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Hal ini tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Terhadap penambang emas yang membuang limbah B3 ke sungai dapat dikategorikan dalam perbuatan dumping (pembuangan), yaitu kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Perlu diperhatikan, dumping hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya di lokasi yang telah ditentukan dengan tata cara dan persyaratan tertentu.
Apabila dumping limbah ke sungai dilakukan tanpa izin yang dimaksud, penambang emas melanggar Pasal 60 UU PPLH. Akibatnya, setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.
Selain itu, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Sanksi Pertambangan Tak Berizin di sisi lain, usaha pertambangan emas termasuk dalam usaha pertambangan mineral logam menurut Pasal 34 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU 4/2009”) jo. Pasal 2 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Usaha pertambangan emas tersebut dilaksanakan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan (“IUP”), Izin Pertambangan Rakyat (“IPR”), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”). Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK tersebut diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Bambang Iswanto, Amd dari infokalbar.com dan Syamsuardi Sekum LSM Pesida saat melakukan Investigasi belum lama ini langsung ke lapangan dan pimpin langsung oleh Bambang.
“Ada beberapa titik yang telah kami telusuri dalam sepekan ini, kelokasi pertambangan emas tanpa izin” ujar Bambang.
Disisi lain Sekum LSM PISIDA Syamsuardi juga menjelaskan, bahwa kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Melawi ini sudah sangat jelas terlihat kerugian maupun dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas PETI tersebut, seperti pencemaran lingkungan, pencemaran daerah aliran sungai (DAS), kerusakan alam, kerusakan ekosistem, kesehatan, flora dan fauna, dari efek Mercuri maupun sianida.
Lebih lanjut Syamsuardi juga mengatakan, “seharusnya pemerintah dan aparat kepolisian bersikap tegas dan melakukan langkah prefentif atau penindakan dan penertiban terhadap pelaku usaha PETI maupun pembeli hasil PETI ini, untuk memberikan efek jera kepada pekerja PETI dan cukong-cukongnya,” ujar Syamsuardi.
Bambang dan Syamsuardi berharap agar Kepolisian Resort Melawi melakukan razia gabungan bersama TNI melalui Polisi Militer (PM), Kejaksaan dan Polisi Pamong Praja (Pol PP) dan stahocler yang ada untuk lebih sinergi dalam penegakan supremasi hukum,”ujar keduanya.
Keduanya mempertegas untuk sangsi yang dikenakan sebagaimana dalam Pasal 158 UU RI No.03 Thn 2020 perubahan atas UU RI No.4 Thn 2009 tentang pertambangan minerba dan batubara dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp100 Miliar,” pungkasnya.
Disamping itu juga sangsi untuk pembeli atau penadah hasil dari PETI tersebut dikenakan pada Pasal 480 KUHP yang berbunyi “Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu rupiah “ujar keduanya penuh harap.
Program prioritas Kapolri yang disebut “Presisi” yakni Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan dengan bertujuan menata kelembagaan, perubahan sistem dan metode organisasi, menjadikan sumber daya manusia (SDM) Polri yang unggul di era police 4.0, perubahan teknologi kepolisian modern, peningkatan kinerja pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, peningkatan kinerja penegakan hukum.
Sedangkan Kasat Reskrim Polres Melawi saat diminta keterangan dan konfirmasinya melalui chat via WhatsApp 08125364xxxx tidak menjawab. Selain itu Kapolres Melawi saat diminta keterangan dan konfirmasinya mengenai adanya Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah hukum Polres Melawi melalui via WhatsApp 08132117xxxx tidak menjawab.
Sangat disesalkan banyak pihak, patut diduga Kapolres Melawi tidak mendukung program Kapolri dalam peningkatan kinerja penegakan hukum.
(Libertus/Wan Daly S)