Sambas, infokalbar.com – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas Fattah Mariyuani, menegaskan tidak pernah melakukan pungutan liar untuk pemeriksaan rapid test antigen.
Dikutip dari Kompas.com Jumat (07/05/2021), Fattah Mariyuani menjelaskan, saat itu ada salah seorang pegawai bank datang untuk periksa rapid test antigen di salah seorang dokter bernama Ganjar dan hasilnya positif. Atas hasil tersebut maka dibuatkanlah surat resmi menggunakan kop Dinas Kesehatan Sambas yang mencantumkan arahan-arahan.
Lalu, dokter Ganjar tersebut dimintai kuitansi oleh pegawai bank tersebut untuk klaim dikantornya.
“Karena pegawai bank ini mintanya saat ke Dinkes, maka dibuatkanlah oleh staf kuitansi distempel Dinkes. Lebih lanjutnya, bisa hubungi dokter Ganjar,” ucap Fattah.
Pria yang menjabat selaku Kadis Dinkes Kabupaten Sambas ini melanjutkan, menurutnya telah terjadi kekeliruan karena membuat kuitansi. Perlu diluruskan, Dinas Kesehatan Sambas tidak pernah memungut biaya rapid test antigen.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar, dr Harisson Azrol membeberkan pihaknya dikirim dokumen dari Kabupaten Sambas. Kemudian 2 dokumen, satu kuitansi dibubuhi cap basah Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas. Dan disitu tertera tulisan Rapid tes Antigen atasnama seseorang, kemudian tertera Rp 250.000 rupiah untuk tes tersebut.
”Jadi saya dapat kiriman 2 dokumen, yaitu dokumen hasil (rapid tes antigen) atas nama seseorang yang ada di kuitansi tadi, di cap basah Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas ditandatangani salah satu pegawai di Dinkes Kabupaten Sambas,” ucap Harisson, Jumat (7/5/21).
Parahnya lagi, dugaan pungli itu sebesar Rp 250 ribu atas pengenaan tarif rapid tes Antigen. Dan disinyalir terjadi di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas.
Harisson melanjutkan, sejauh ini Dinkes Kalbar telah mengirimkan sebanyak 3.500 rapid test antigen kepada Pemkab Sambas.
Dia menambahkan, rapid test tersebut untuk melakukan testing dan tracing kepada masyarakat.
“Jika mereka pasang tarif untuk rapid test antigen, maka ini sudah salah dan melanggar aturan yang berlaku. Dan perbuatan ini harus dipertanggungjawabkan di depan hukum,” tegas Harisson. (Tasya)