KALBAR, infokalbar.com – Dalam rangka menyikapi berkembangnya sikap intoleransi dan radikalisme di Kalimantan Barat, Polda Kalimantan Barat mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dan rapat koordinasi bertema ‘Harmonisasi Umat Beragama Dalam Rangka Mengedukasi Berkembangnya Paham Intoleransi Pro Kekerasan di Kalimantan Barat’.
Kegiatan ini turut diikuti oleh jajaran Polresta Pontianak melalui zoom meeting di Aula Mapolresta Pontianak Kota pada Rabu (06/10/2021) pagi, dengan dihadiri kurang lebih 20 orang–yang diantaranya Waka Polresta Pontianak Kota dan Ketua Pengadilan Negeri Pontianak.
Kegiatan ini menampilkan beberapa narasumber, antara lain: Kapolda Kalbar, Pangdam XII/TPR yang diwakili oleh Kasdam XII/TPR, Kajati Kalbar yang diwakili Koord bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Kalbar, Ketua MUI Kalbar, Uskup Agung Kalbar yang diwakili Pastur Roby serta Pakar Sejarah dan Budaya Syafruddin Usman.
Kegiatan dibuka dengan sambutan oleh Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, yang kemudian dilanjutkan dengan penayangan video dan pemaparan materi oleh para narasumber.
“Berbicara intoleran apakah bisa berlaku untuk aliran dalam satu agama, agama ada ajaran dasar, tidak boleh menyimpang itu karena termasuk penistaan agama,” ungkap Sutarmidji.
Sebagai pemimpin daerah, Sutarmidji berharap tokoh masyarakat maupun tokoh agama agar dapat menjaga keharmonisan serta berupaya untuk menyikapi permasalahan dengan arif dan bijaksana tetapi harus berpegang pada aturan,
“Mari kita bangun kebersamaan untuk Kalbar dengan berpegang pada aturan dan musyawarah,” pungkasnya.
Kapolda Kalbar, Irjen Pol Remigius Sigid Tri Hardjanto dalam kegiatan itu berkesempatan memaparkan beberapa poin mengenai peran Polri dalam menjaga harmonisasi umat beragama di Indonesia–juga seperti yang telah diatur dalam UU No 2 tahun 2002.
“Setiap permasalahan bisa kita selesaikan dengan musyawarah. Tetapi jika sudah terjadi tindak pidana, negara tidak boleh kalah. Polri akan melakukan penegakan hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, menurut Syafruddin Usman selaku narasumber sekaligus Pakar Sejarah dan Budaya bahwa masalah intoleransi bukan masalah yang baru. Di Kalimantan, sudah sejak lama pernah disinggahi paham-paham tidak sesuai yang sedang dianut.
“Ada banyak opini yang diciptakan tajuk redaksi yang dipaparkan sehingga dari hal tersebut kita dapat belajar sejarah serta cara agar saling menghargai satu sama lain dengan bertoleransi,” ucap Syafruddin.
Diharapkan dengan dilaksanakannya kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tersebut, dapat tersampaikan sikap toleransi dan menjauhkan radikalisme sehingga dapat bersama-sama menjaga kenyamanan dan ketentraman di wilayah Kalimantan Barat. (Rilis/Tasya)