SINGKAWANG, infokalbar.com – Panglima Bala Komando Pemuda Melayu (BKPM) Singkawang, Dedi Mulyadi menegaskan, bahwa pihaknya tidak setuju jika “Pintu Gerbang Kota Selamat Datang” Kota Singkawang dirobohkan. Karena hal itu menurutnya dapat menghilangkan entitas sejarah yang terukir dalam relief-relief yang ada.
“Persoalan pintu gerbang Kota Singkawang ibarat menarik benang dalam tepung, benang terurai tepungnya tidak berserakan. Kami setuju atas makna rehabilitasi,” kata Dedi kepada wartawan Infokalbar.com, Sabtu 19 Februari 2022.
Lebih lanjut Dedi Mulyadi menjelaskan, Singkawang pada tahun 1981 menjadi Kota Administratif Singkawang berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 1981, yang sebelumnya adalah bagian dan ibu kota dari wilayah Kabupaten Sambas, berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 1959, dengan status Kecamatan Singkawang.
Gerbang kota di jaman Kota Administratif (Kotif) Singkawang, ini dibuat sebagai batas kecamatan, juga sebagai “Gerbang Selamat Datang”.
“Saat ini masih tetap kokoh berdiri dan feasibility. Relief didesain dan dibuat sedemikian rupa penuh makna. Silahkan dilihat, diresapi bahwa ada pesan-pesan moral disitu kepada generasi saat itu dan generasi sekarang,” jelasnya.
Oleh karenanya, dengan kandungan makna yang terdapat di dalamnya serta untuk menghargai warisan masa lalu, maka langkah bijak yang dapat diambil ialah dengan melakukan rehabilitasi pada bagian-bagian yang diperlukan, bukan membongkarnya habis.
“Ini secara pribadi, setuju atas makna rehabilitasi. Dan sesuai saran dari saya, bahwa gerbang tersebut jangan dibongkar keseluruhan, namun sisakan sayap kiri dan kanan yang ada ornamen bercorak budaya, dan ditambah menara tunjuk langit atau Mercusuar di samping sayap-sayapnya. Itu saran yang kita sampaikan,” ucapnya.
“Karena memang bagian tengahnya atau tepat di atas jalan raya tersebut sepertinya memang layak untuk dibongkar, karena faktor usia bangunan yang sewaktu-waktu bisa roboh dan mengakibatkan musibah bagi pengguna jalan tersebut. Selain itu juga nilai estetikanya pun sudah tidak sesuai jaman untuk bentuk gerbang yang tepat di atas jalan raya seperti yang ada sekarang,” katanya.
“Jadi bukan hanya kontra, tapi kita juga realistis. Yang betul kita betulkan, yang keliru kita sanggah. Ibarat pepatah, seyogyanya kita juga tidak bisa menghindari perkembangan jaman, inovasi dan modernisasi, namun apa yang telah ada juga tetap kita pelihara dan jaga, ya itu contohnya lewat kegiatan. Rehabilitasi atau dipugar tanpa menghilangkan kajian dan nilai sejarahnya, sehingga makna-makna yang terkandung dalam monumen-monumen atau ornamen-ornamen yang ada salah satunya seperti Gerbang Kota Singkawang tersebut tetap ada, dan tidak hilang,” paparnya.
Selanjutnya, Dedi menekankan “Ini penting karena menyangkut sejarah dan peradaban, jika saja situs-situs peradaban tersebut tidak kita jaga atau dihilangkan maka hilang pula lah sejarah masa lampau dan tidak akan diketahui generasi mendatang”.
“Sekali lagi jika kegiatannya rehabilitasi, maka hal itu kita dukung, namun jika maknanya adalah merobohkan atau menghilangkan maka itu yang tidak kita terima. Jadi kita persilahkan kepada Pemkot Singkawang untuk melakukan rehabilitasi atau mengganti, membongkar bagian-bagian yang rusak, dan membahayakan bagi pengguna jalan.
Dan mempercantik ornamen-ornamen relief replika peradaban masa lalu Kota Singkawang,” katanya.
“Silakan dibuat cantik, bagus tanpa menghilangkan nilai Estetika Peradaban dan Sejarah yang ada. Ini untuk warisan sejarah kepada anak cucu kita,” tutupnya. (Indra)