JAKARTA, infokalbar.com – Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, mendadak ramai diperbincangkan dalam beberapa hari terakhir. Pasalnya nama mantan Presiden ke-2 RI, Soeharto, tidak tercantum dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagaimana yang termaktub di dalam Keppres tersebut.
Kritik ‘hilangnya’ nama Soeharto tersebut, salah satunya datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon. Seperti dikutip dari laman Detik.com, Fadli justru menilai, peran Soeharto sangat lah besar dalam peristiwa itu.
“Pak Harto orang kepercayaan Jenderal Sudirman. Perannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 sangat besar dan vital,” kata Fadli baru-baru ini.
Ia menyebut, banyak pihak yang telah lupa akan peristiwa tersebut. Dimana saat itu, Indonesia berada dibawah Pemerintah Darurat RI yang dipimpin oleh Sjafroeddin Prawiranegara.
“Yang orang lupa, waktu itu negara di tangan Pemerintah Darurat RI (PDRI) di bawah Sjafroeddin Prawiranegara dengan Ibu Kota di Bukittinggi,” jelas anggota Komisi I DPR itu.
Fadli juga menyebut, peristiwa tersebut merupakan sebuah strategi dalam menunjukkan bahwa Indonesia masih ada saat itu.
“Ini strategi tunjukkan pada dunia RI masih ada,” katanya.
Masih berdasarkan ulasan Detik.com, Fadli pun mendesak agar pemerintah mengoreksi Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara–yang sudah kadung diteken Joko Widodo (Jokowi) tersebut. Ia turut mengkritik, bahwa Setneg seharusnya lebih cermat memberi masukan kepada Presiden Jokowi.
“Keppres itu harus dikoreksi. Setneg harusnya lebih cermat dalam memberi masukan kepada Presiden. Jelas besar sekali peran Pak Harto (Soeharto) sebagai pelaksana Serangan Umum 1 Maret. Meskipun ide dari Sri Sultan HB IX,” tegasnya.
“Karena waktu itu masa Pemerintahan Darurat RI (PDRI) dengan ibu kota di Bukittinggi. Soekarno-Hatta ditawan di Menumbing, Bangka. Jadi kekuasaan negara di bawah Mr Sjafroeddin Prawiranegara. Pak Dirman (Jenderal Soedirman) tunduk pada PDRI. Pak Harto adalah orang kepercayaan Pak Dirman,” paparnya. (FikA)