JAKARTA, infokalbar.com – Mantan Atase Imigrasi/Konsul pada KBRI di Malaysia, Taswem Tarib menyebutkan, bahwa banyak pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di imigrasi yang memiliki kualifikasi kemampuan teknis dan manajerial yang mumpuni untuk menjadi dirjen Imigrasi.
Oleh karenanya, Taswem menilai, sudah saatnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly memilih pejabat imigrasi yang memenuhi syarat ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjadi dirjen imigrasi dari internal.
Sebagaimana dilansir dari laman Beritasatu.com, Taswem mengatakan, bahwa salah satu penyebab munculnya berbagai persoalan di imigrasi, termasuk yang dikeluhkan Presiden Jokowi belakangan ini, lantaran pucuk pimpinan imigrasi yang dipegang oleh orang luar atau tidak memiliki kemampuan teknis di didang keimigrasian.
“Saya sangat pahami Presiden Jokowi marah-marah atas kinerja pimpinan Imigrasi. Kenapa? Itu karena pucuk pimpinannya bukan orang dalam, bukan orang yang memahmi teknis keimigrasian, tidak pernah mengikuti pendidikan teknis keimigrasian. Jadi, sudah saatnya Presiden Jokowi menempatkan pejabat ASN imigrasi di pucuk pimpinan imigrasi,” ujar Taswem, Kamis (15/09/2022) kemarin.
Lebih lanjut, Taswem mengatakan kalau imigrasi bukan theory science, sehingga tidak dibuka program studinya di universitas manapun di Indonesia tentang prodi keimigrasian. Keimigrasian, kata dia, pure applied science yang memiliki pendidikan khusus melalui sekolah Politeknik Imigrasi (Poltekim).
Dalam pelaksanaan tugasnya, kata dia, pimpinan Imigrasi harus melaksanakan sekaligus dan secara bersamaan hukum nasional dan hukum internasional.
“Pejabat dan petugas imigrasi adalah penjaga kedaulatan negara di pintu masuk. Mereka menjalankan empat fungsi sekaligus, yakni pelayanan imigrasi, aparat security negara khususnya di pintu masuk, penegak hukum dan fasilitator pembangunan,” jelasnya.
“Keempat hal ini diperoleh dalam pendidikan teknis keimigrasian di Poltekim dan pengalaman di lapangan, sehingga aneh kalau dirjen atau pimpinan Imigrasi tiba-tiba dipegang oleh orang luar yang minim pengetahuan dan kemampuan teknis,” sambung Taswem.
Selain itu, mantan Kakanwil Kemenkumham DKI ini menuturkan, banyak juga pejabat ASN imigrasi yang memiliki kemampuan manajerial, karena telah mengikuti pendidikan diklat pimpinan tingkat I dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan pendidikan di Lemhannas.
Selain itu, ada juga pejabat imigrasi sudah lulus pendidikan Sespimti Polri, diklat penyidik serta sekolah intelijen TNI.
“Di imigrasi sendiri banyak memperoleh degree dari universitas ternama di luar negeri baik master maupun Phd dan punya pengalaman bertahun-tahun sebagai atase imigrasi/konsul pada KBRI di seluruh Indonesia,” ujarnya
“Jadi, sebenarnya tidak perlu ambil pimpinan Imigrasi dari luar, pejabat imigrasi sendiri banyak yang doktor dengan kemampuan teknis dan managerial yang mumpuni serta pengalaman yang tidak diragukan lagi untuk menjadi dirjen Imigrasi,” paparnya lagi.
Taswem mengatakan rata-rata petugas imigrasi juga termasuk penyidik yang keberadaannya setara dengan penyidik Polri. Hal ini, kata dia, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan penyidik terbagi atas pejabat polisi negara RI dan pejabat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang (UU).
“Nah, dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 (tentang Keimigrasian) menyatakan dengan tegas pejabat imigrasi sebagai penyidik berhak menangkap, menahan dan menyita segala macamnya dan langsung mengajukan kepada penuntut umum, bukan kepada Polri,” katanya
“Jadi, sama sebangun dengan penyidik lainnya. Pengetahuan dan pengalaman seperti ini juga perlu dimiliki oleh pimpinan Imigrasi. Saya perlu ingatkan lagi, imigrasi adalah organisasi teknis kementerian atau menteri sehingga dirjen haruslah orang yang paham teknis keimigrasian,” terang Taswem.
Lebih lanjut, Taswem mengatakan jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diperbarui menjadi PP 17/2020 tentang Manajemen ASN, maka jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya untuk posisi dirjen harus memiliki pengalaman kurang lebih 7 tahun di bidang pekerjaan yang akan dipimpinnya.
Dalam PP tersebut juga disebutkan syarat-syarat menjadi JPT madya, yakni, memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV. Kemudian, memiliki kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural sesuai standar kompetensi jabatan yang ditetapkan.
Berikutnya, memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat selama 7 tahun. Lalu, sedang atau pernah menduduki JPT pratama atau JF jenjang ahli utama paling singkat 2 tahun. Selain itu juga memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan moralitas yang baik. Terakhir, usia paling tinggi 58 tahun dan terakhir sehat jasmani dan rohani.
“Seharusnya, calon dirjen Imigrasi yang sedang diproses saat ini, yang tidak punya pengalaman di keimigrasian minimal 7 tahun secara komulatif, sudah gugur sejak awal,” katanya.
Diketahui, belakangan ini Plt Dirjen Imigrasi Widodo Ekatjahjana mendapat sorotan karena disentil Presiden Jokowi yang mengakui mendapat banyak laporan jelek mengenai kinerja layanan Imigrasi, terutama terkait visa on arrival (VoA) dan kartu izin tinggal terbatas (Kitas). Jokowi pun meminta Imigrasi berubah total atau semua pejabatnya diganti.
Widodo Ekatjahjana menjadi plt dirjen Imigrasi sejak 30 Juni 2021. Ia menggantikan posisi Jhoni Ginting yang memasuki masa pensiun. Widodo juga menjabat kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kememkumham. Hal ini berarti sudah setahun lebih jabatan dirjen diisi oleh plt. Lalu, pada 27 Juli 2022, Kemenkumham baru mengumumkan seleksi terbuka untuk posisi Dirjen Imigrasi pun baru. (Red)
Sumber: Beritasatu.com