Sujanto SH Serukan Hentikan Justice! Ria Norsan Saksi, Bukan Tersangka

Ket Foto: Sujanto SH, Ketua Presidium Forum Wartawan dan LSM Kalbar Indonesia.

JAKARTA, Infokalbar.com – Badan antirasuah Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), secara resmi telah memanggil Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, untuk dimintai keterangan.

Pemanggilan ini bukanlah status sebagai tersangka, melainkan dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk mendalami dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mempawah.

Menilik ke belakang, masalah ini berakar pada periode kepemimpinan Ria Norsan sebagai Bupati Mempawah.

KPK, melalui juru bicaranya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih Kuningan, Jakarta, menegaskan bahwa penyidikan difokuskan pada sejumlah proyek yang diduga bermasalah pada masa itu.

Menanggapi gelombang pemberitaan dan riuhnya komentar di media sosial, Sujanto SH, Ketua Presidium Forum Wartawan dan LSM Kalbar Indonesia, angkat bicara. Ia menyoroti narasi-narasi yang dinilai telah melampaui batas pemberitaan yang sehat dan proporsional.

“Yang harus kita pahami bersama adalah posisi beliau (Ria Norsan) saat ini adalah sebagai saksi. Ini adalah hal yang fundamental dalam hukum. Menjadi saksi belum tentu bersalah. Justru keterangannya dibutuhkan untuk mencari kejelasan atas suatu perkara,” tegas Sujanto, yang juga merupakan seorang praktisi hukum, kepada para wartawan.

Namun, Sujanto menyayangkan munculnya sejumlah konten di platform digital yang dianggapnya premature dan cenderung menghakimi.

“Akan tetapi ada beberapa penggiat di media sosial yang memberikan statmen cenderung melakukan penekanan terhadap Aparat Penegak Hukum (APH) dan menjustice seolah Ria Norsan bersalah,” ujarnya dengan nada prihatin.

Asas Yang Mulia

Sujanto kemudian menekankan pentingnya dua prinsip hukum yang paling dasar namun sering terabaikan dalam euforia pemberitaan kasus korupsi Menghormati Proses Hukum dan Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence).

Asas praduga tak bersalah, yang dijamin dalam sistem peradilan Indonesia, menyatakan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).

“Dengan sangat kami menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya penggiat media sosial, untuk hormati proses hukum yang sedang berjalan. Biarkan KPK bekerja secara profesional dan independen. Lebih baik kita mengawal dan mendukung penegakan hukumnya secara fair,” pesannya.

Ia mengingatkan bahwa vonis-vonis yang beredar di luar pengadilan tidak hanya tidak adil bagi yang bersangkutan tetapi juga dapat mengganggu proses penyidikan.
“Stop menjustice!” serunya berapi-api. “Mari kita jaga marwah penegakan hukum yang berkeadilan. Berikan ruang bagi para penegak hukum untuk bekerja tanpa tekanan. Dan yang terpenting, kita harus yakin bahwa hukum akan menemukan kebenarannya sendiri,” tutup Sujanto.

Dampak Sosial

Gema seruan Sujanto SH ini mendapat respons positif dari berbagai kalangan, terutama yang konsen pada etika pemberitaan dan hak-hak hukum individu.

Banyak pengamat komunikasi yang menilai, era banjir informasi di media sosial kerap mengaburkan batas antara opini pribadi dan fakta hukum, sehingga edukasi seperti ini sangat diperlukan untuk mendewasakan masyarakat digital.

Masalah ini kembali mengingatkan kita semua akan kompleksitas pemberantasan korupsi yang tidak hanya terjadi di ruang pengadilan tetapi juga di ruang publik.

Panggilan KPK kepada Gubernur Kalbar Ria Norsan adalah bagian dari proses untuk menegakkan keadilan.

Namun, seperti yang disuarakan oleh Sujanto SH, proses hukum harus berjalan dengan bersih tanpa dicemari oleh vonis-vonis publik yang tidak berdasar.

Masyarakat dituntut untuk lebih cerdas dan bijak dalam menyikapi setiap perkembangan kasus, menahan diri untuk tidak menjadi hakim di media sosial, dan mempercayakan proses sepenuhnya kepada institusi yang berwenang.

Masa depan penegakan hukum di Indonesia sangat bergantung pada integritas aparat dan kematangan masyarakatnya dalam menghormati setiap tahapan hukum yang berlaku.
(Wans)