
Pontianak, Infokalbar.com – Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan, membuka Focus Group Discussion (FGD) Konsolidasi Kebangsaan Pemuda Dayak Kalbar di Hotel Ibis Pontianak, Jumat 5 September 2025.
FGD yang mengusung tema “Kalimantan Barat Harmonis, Damai, dan Toleransi” ini menghadirkan pemuda, tokoh adat, tokoh politik, hingga akademisi untuk membahas isu kebangsaan.
Dalam sambutannya Ria Norsan menyoroti maraknya aksi unjuk rasa di Kalbar dalam beberapa hari terakhir. Ia menegaskan kebebasan berpendapat adalah hak konstitusional, namun harus dijalankan secara damai dan bermartabat.
“Di balik kebebasan menyampaikan pendapat, kita juga harus waspada potensi gejolak sosial dan perpecahan bangsa. Apalagi kalau aksi dilakukan dengan anarkisme, vandalisme, dan kekerasan tanpa ruang dialog yang konstruktif,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahaya penyebaran paham radikalisme dan intoleransi yang kerap memanfaatkan situasi instabilitas.
Menurut mantan Bupati Kabupaten Mempawah 2 periode ini, FGD yang diinisiasi Pemuda Dayak Kalbar ini langkah positif dalam menjaga semangat kebangsaan. Ria Norsan memberikan apresiasi kepada para pemuda dan tokoh yang hadir, termasuk Dr. Jumadi dan Prof. Ibrahim dari Forum Kebangsaan Bhinneka (FKB).
“Ini inisiatif luar biasa. FGD seperti ini strategis untuk menggali ide-ide segar dalam membangun Kalbar yang harmonis, damai, dan toleran,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengajak generasi muda untuk menjadi agen perubahan dengan menebarkan nilai kebajikan dan kebhinekaan.
“Mari kita tanamkan bahwa damai adalah pilihan, dan toleransi adalah jembatan menuju harmoni. Kalau kita berdiri bersama dalam semangat kebersamaan, Kalbar akan tetap jadi rumah yang aman dan penuh harapan untuk semua,” ujarnya.
Menanggapi isu yang juga disuarakan mahasiswa, termasuk soal ketidakadilan dan pengelolaan sumber daya lokal seperti Pertambangan Tanpa Izin (PETI), Ria Norsan menegaskan pemerintah terus mencari solusi.
“Kita sedang upayakan agar masyarakat yang bergantung pada PETI bisa mendapat legalitas lewat koperasi dan wilayah pengelolaan rakyat (WPR). Dua lokasi sudah disetujui di Ketapang dan Kapuas Hulu, lainnya menyusul,” jelasnya.
FGD ini diharapkan menjadi momentum penguatan dialog dan kolaborasi lintas elemen masyarakat, sekaligus ruang lahirnya gagasan baru untuk menjaga Kalbar tetap inklusif dan berkeadilan. (Tasya)