Perayaan malam takbiran di Kabupaten Sanggau menjadi sorotan dengan pawai seribu obor yang melibatkan pelajar, sekolah Islam, serta masyarakat umum. Acara ini tidak hanya menampilkan kekhidmatan religius tetapi juga semarak kebersamaan. Dengan pengawalan dari Satuan Lalu Lintas Polres Sanggau dan Dinas Perhubungan, pawai berlangsung lancar sepanjang rute 3 kilometer. Artikel ini mengulas secara mendalam suasana, makna, dan dampak sosial dari acara ini, disajikan dalam bahasa satire yang ringan namun tetap informatif.
Sanggau, Infokalbar.com – Di tengah dinginnya udara malam kota Sanggau, ribuan warga berkumpul untuk merayakan malam takbiran menyambut Hari Raya Idul Fitri 1446 H.
Acara dimulai selepas shalat Isya, tepatnya pada pukul 19.30 WIB. Start pawai dimulai dari depan Kantor Bupati Sanggau, mengelilingi jalanan dalam kota sejauh 3 kilometer, dan berakhir kembali di titik awal.
Plt Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Barat Wawan Suwandi, menjelaskan bahwa pawai ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan bentuk ekspresi syukur atas datangnya hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa.
“Ini adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Sanggau. Selain khidmat, pawai ini juga sarat akan kebersamaan,” ujarnya Minggu malam 30 Maret 2025.
Pelajar dan Sekolah Islam Jadi Tulang Punggung Acara
Partisipasi aktif dari pelajar dan berbagai sekolah Islam menjadi penopang utama kesuksesan acara ini.
Mereka membawa obor dengan antusiasme tinggi, sambil bersama-sama melantunkan takbir yang menggema di seluruh penjuru kota.
Tidak hanya sebagai peserta, mereka juga turut mempersiapkan logistik acara, seperti distribusi obor hingga pengaturan barisan.
Seorang pelajar bernama Ahmad Fauzi, siswa salah satu siswa sekolah di Sanggau, mengaku bangga bisa menjadi bagian dari perayaan ini.
“Ini pertama kalinya saya ikut pawai obor. Rasanya luar biasa bisa membawa obor sambil bertakbir bersama teman-teman,” katanya dengan mata berbinar.
Antara Khidmat dan Keteraturan
Untuk memastikan kelancaran acara, Satuan Lalu Lintas Polres Sanggau dan Dinas Perhubungan Kabupaten Sanggau memberikan pengawalan ketat di sepanjang rute pawai. Meski begitu, suasana tetap terasa khidmat tanpa mengurangi esensi religius dari acara tersebut.
Pengawalan dilakukan agar tidak terjadi kemacetan atau insiden yang tidak diinginkan. Namun juga memastikan bahwa suara takbir tetap menjadi fokus utama malam ini.
Meski demikian, beberapa warga sempat mengeluhkan sedikit kemacetan di beberapa titik akibat banyaknya peserta pawai. Namun, hal itu dianggap sebagai harga kecil yang harus dibayar demi kebersamaan dan kebahagiaan.
Makna Mendalam di Balik Seribu Obor
Lebih dari sekadar estetika visual, seribu obor yang diarak dalam pawai ini memiliki makna filosofis yang mendalam. Obor melambangkan cahaya yang menerangi kegelapan, sebuah simbolisasi dari nilai-nilai Islam yang membawa pencerahan bagi umat manusia.
“Obor adalah simbol harapan. Di tengah kegelapan dunia yang serba materialistis, kita butuh cahaya untuk mengarahkan kita pada jalan yang benar,” kata Hasanuddin, salah satu warga di Kabupaten Sanggau.
Namun, di balik semua keindahan dan kekhidmatan ada juga kritik sosial yang layak disoroti. Beberapa warga mengatakan bahwa acara ini lebih banyak dipenuhi oleh formalitas ketimbang substansi.
“Tahun lalu juga begini, pawai obor heboh, tapi setelah Idul Fitri, masjid-masjid kembali sepi,” kata Rahahman, seorang pedagang kaki lima di Kabupaten Sanggau.
Selain itu, ada juga isu lingkungan yang patut diperhatikan. Asap dari seribu obor yang dibakar tentu saja meninggalkan jejak karbon yang tidak bisa diabaikan.
“Kalau bisa, tahun depan diganti dengan lampu LED saja. Lebih ramah lingkungan dan tidak bikin polusi udara,” saran Bu Sitianingsih, seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Sanggau.
Secercah Harapan Perayaan Tahun Depan
Meski ada beberapa catatan kritis, perayaan malam takbiran di Sanggau tetap mendapat apresiasi luas dari masyarakat. Plt Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Barat, Wawan Suwandi berharap, tahun depan acara ini bisa lebih baik lagi, baik dari segi pelaksanaan maupun makna yang ingin disampaikan.
“Tahun depan, kami berencana melibatkan lebih banyak komunitas lintas agama untuk turut serta dalam pawai ini. Kami ingin menunjukkan bahwa keberagaman adalah kekuatan kita,” kata Wawan Suwandi.
Malam takbiran di Kabupaten Sanggau dengan pawai seribu obor adalah contoh nyata bagaimana tradisi religius dapat menyatukan masyarakat dalam kebersamaan.
Meski ada beberapa catatan kritis, esensi dari acara ini tetap terjaga dengan baik.
Semoga tahun depan, acara serupa dapat dilaksanakan dengan lebih inovatif, inklusif, dan ramah lingkungan.
Pawai seribu obor di Sanggau bukan hanya tentang gemerlap cahaya, tetapi juga tentang persatuan, keikhlasan, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. ***