Mafia loading ramp Sanggau pesta pora, petani gigit TBS busuk! Permentan jadi bahan candaan, pajak menguap entah kemana. Baca kisah absurd industri sawit yang bikin Anda geleng-geleng kepala!
Permentan dan Pergub sekadar spanduk usang. Kalau aturan bisa bicara, mungkin Permentan No. 1/2018 dan Pergub Kalbar Nomor 63/2018 akan menangis di pojok ruang rapat.
Di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, dua regulasi ini ibarat spanduk “Dilarang Buang Sampah” di tengah kali yang penuh limbah sawit—dihormati secara teori, diabaikan dalam praktik.
Fakta Kocak:
Permentan: Mengatur tata niaga sawit agar petani sejahtera.
Realita: Petani jadi “tukang gigit TBS” sementara broker hidup mewah.
Loading Ramp, Kandang Judi TBS Legal?
Loading ramp seharusnya jadi tempat transaksi jujur, tapi di Sanggau, ia berubah jadi “kasino ilegal” dimana grading TBS ditentukan oleh “dewa dadu” para mafia.
Syarat Legal Loading Ramp vs Realita Sanggau:
Syarat Resmi Versi Sanggau
Izin Operasional “Lagi proses… sejak 2018
Pembayaran Pajak “Itu urusan koperasi fiktif
Grading Transparan “Wajar lah, kami kan saudara
“Petani bawa TBS bagus, dapat nilai E (Ecek-ecek). Broker bawa TBS biasa, dapat A++ (Ajaib Plus Plus). Sistem ini kami sebut Senggol Bacok: petani disenggol, duitnya dibacok!”,” kata Ketua Persatuan Wartawan Kabupaten Sanggau (PWKS), Wawan Daly Suwandi.
Koperasi Fiktif, Pajak Fantom
Dari tiga koperasi yang disebut “aktif”, hanya satu yang benar-benar ada—itupun mungkin cuma ada di atas kertas.
Daftar Koperasi Misterius:
PKMB (Pusat Koperasi Mandiri Bersama): Mandiri mengeruk keuntungan, bersama para mafia.
PSKM (Prima Sawit Karya Mandiri): Karyanya memandirikan broker, bukan petani.
KPTMS (Koperasi Penipu TBS Masyaallah): Singkatannya saja bikin geleng kepala.
Respons Pemerintah Daerah:
“Dari penyelidikan, hanya Sinar Mulia yang aktif.” — Junaedi, Kabid Koperasi Disperindagkop Sanggau.
Artinya, dua koperasi lainnya mungkin sedang “sibuk menghilang” seperti pajak TBS mereka.
Jusanto Halim, Sang Komersil “Kreatif”
Jusanto Halim, sang komersil perusahaan sawit, diduga menjadikan loading ramp sebagai “kandang pribadi” untuk mencetak SPK (Surat Perjanjian Kerjasama) versi “edit-an Photoshop”.
Modus Operandi:
SPK hanya untuk “orang dalam”.
Petani dipaksa lewat loading ramp, grading dipotong, harga dikerat.
Pajak? “Itu kan tanggung koperasi…” (padahal koperasi cuma stempel).
“Kami cuma kontrak PJ (Penanggung Jawab). Tera timbangan? Eh, hujan nih, lain kali ya!” — Yanti, Pengelola Loading Ramp (yang enggan diverifikasi).
DJP Turun Gunung? “Gunung Kami Terlalu Tinggi!
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seharusnya “turun gunung” ke Sanggau, tapi
mungkin gunung mafia sawit terlalu tinggi—atau terlalu “licin” karena digosok duit.
Pertanyaan Untuk DJP:
Kenapa pajak TBS dari petani “lupa” dilaporkan?
Apakah “lupa lapor” sudah jadi kode etik baru?
Epilog: Solusi Ala Satir (Yang Tidak Akan Pernah Dilakukan)
Petani Jual Langsung ke Pabrik → “Nanti broker pada demo pakai TBS busuk!”
Pemerintah Sidak Loading Ramp → “Maaf, GPS kami error.”
Buat Aturan Baru → “Biar kami akalin dulu ya.”
Di Sanggau, industri sawit adalah panggung sandiwara. Petani jadi figuran, mafia jadi sutradara, dan aturan cuma naskah yang dibakar untuk penerangan pesta mereka. ***