
BENGKAYANG, Infokalbar.com – Di dusun terpencil Sibaju, Bengkayang, Kalimantan Barat tanah tak hanya menyimpan emas, tapi juga kuburan massal para penambang yang berani menggali tanpa izin.
Adalah Phan Hong Elang. Ia seorang pencari rezeki nekat, menjadi korban terbaru dari nafsu manusia akan logam mulia.
Ia tewas tertimbun longsor di lubang haram yang seharusnya tak pernah ada.
Polres Bengkayang kini berkoar-koar soal penindakan, tapi pertanyaannya: “Di mana mereka sebelum longsor menelan korban?”
Kronologi Maut: Dari Mencari Emas Hingga Dikubur Tanah
Selasa, 29 April 2025 – Pukul 17.30 WIB
Phan Hong Elang, 34 tahun, sedang asyik mengais rezeki di lubang tambang ilegal ketika tebing di atasnya runtuh.
Tanah bergerak seperti monster lapar, menelannya hidup-hidup. Rekan-rekannya berusaha menyedot tanah, tapi alam sudah memutuskan: “Kau tak akan kaya hari ini.”
Satu jam kemudian, tubuhnya ditemukan—tak lagi bernyawa.
Rabu, 30 April 2025
Dia dikuburkan di Dusun Marga Mulia, meninggalkan keluarga yang mungkin bertanya: “Untuk apa mati demi segenggam emas yang bahkan tak sempat dibawa pulang?”
Polres Bengkayang Hingga Drama Penertiban Selalu Terlambat
Kapolres Bengkayang, AKBP Teguh Nugroho, lewat Kasat Reskrim AKP Anuar Syarifudin, berjanji menindak tegas.
“Kami sudah amankan mesin diesel dan alat-alatnya!” serunya bangga. Tapi, di mana patroli sebelum kejadian?
Masyarakat sudah lama melaporkan aktivitas PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin), tapi aksi tegas baru muncul setelah ada nyawa melayang.
Barang Bukti Diambil:
1 unit mesin diesel (yang jelas tak bisa diajak interogasi)
Sekop, linggis, dan alat-alat lain (yang sudah pasti tak akan dijebloskan ke penjara)
Sementara itu, pelaku utama? Masih berkeliaran, mungkin sedang cari lokasi PETI baru.
UU Pertambangan vs Nyawa Rakyat: Perlindungan Atau Sekedar Hiasan?
Polisi mengancam akan menjerat pelaku dengan UU No. 3 Tahun 2020, yang menjanjikan hukuman 5 tahun penjara atau denda Rp100 miliar.
Tapi, berapa banyak penambang ilegal yang sudah dihukum? PETI tetap marak karena minimnya pengawasan. Penegak hukum seringkali baru bergerak setelah ada korban.
Denda Rp100 miliar? Lebih sering jadi bahan rujukan seminar daripada eksekusi nyata.
Masyarakat vs Godaan Emas: Dilema Tak Pernah Usai
Bagi warga desa, PETI adalah “pilihan antara mati pelan-pelan karena miskin atau mati cepat karena longsor.”
Penambang ilegal seringkali rakyat kecil yang tak punya akses pekerjaan legal. Mereka tahu risikonya, tapi lapar lebih menakutkan daripada longsor.
Phan Hong Elang mungkin korban ke-100+, tapi siapa yang menghitung?
Kapan Kita Belajar Dari Kematian Sia-Sia?
Polres Bengkayang berjanji investigasi tuntas. Tapi, janji saja tak cukup.
Apa yang harus dilakukan?
– Penindakan preventif, bukan reaktif.
– Pemberdayaan ekonomi agar warga tak tergiur PETI.
– Edukasi masif bahwa “emas ilegal = kuburan cepat saji. (ARP)