Wakil Gubernur Kalbar Krisantus Kurniawan berkomitmen melegalkan tambang rakyat melalui WPR. Langkah ini ditujukan untuk meningkatkan PAD dan mengatasi masalah PETI.
PONTIANAK, Infokalbar.com – Langit Kalimantan Barat itu menyimpan gemerlap emas, tapi juga luka. Di balik kekayaan alamnya, praktik Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) masih menjadi momok yang menggerogoti dan menghantui 13 kabupaten/kota.
Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, dengan suara tegas, menyatakan, “Izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) bukan wacana. Ini akan kita wujudkan!”
Kalimat itu bukan sekadar retorika. Di hadapan puluhan wartawan, Krisantus membeberkan rencana konkret Pemprov Kalbar untuk mengubah tambang tradisional dari aktivitas “liar” menjadi kontributor nyata Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Saya ingin mereka diberi izin. Biar jelas kontribusinya, tidak menguap begitu saja,” ujar Krisantus Kurniawan dengan nada mendayu penuh keyakinan.
PETI bagai bayang-bayang kelam di bumi Khatulistiwa. Aktivitas ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga kerap memicu konflik sosial dan kehilangan nyawa.
Krisantus Kurniawan menyadari betul akar masalahnya: “Harus dilegalkan dulu, baru selamat. Kalau belum legal, belum selamat.”
WPR menjadi solusi yang diusung Pemprov Kalbar. Izin ini dirancang untuk menjembatani kepentingan ekonomi rakyat dan keberlanjutan lingkungan.
Namun, tantangannya tidak kecil. Bagaimana memastikan penambang tradisional mematuhi aturan? Bagaimana mencegah korporasi nakal menggerus hak rakyat?
Kontribusi Nyata Demi Rakyat
Salah satu poin krusial yang ditekankan Krisantus adalah kontribusi tambang rakyat untuk PAD.
Selama ini, hasil tambang seringkali “menguap” tanpa jejak, dinikmati segelintir orang, atau malah masuk ke pasar gelap.
“Dengan WPR, kita bisa memastikan setiap gram emas memberi manfaat bagi daerah,” tegasnya.
Data dari Dinas ESDM Kalbar menyebutkan, potensi tambang emas rakyat di Kalbar mencapai puluhan ton per tahun.
Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi sumber pendapatan yang signifikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Apa Harus Disiapkan?
Legalitas saja tidak cukup. Wagub Krisantus Kurniawan menggarisbawahi pentingnya pendampingan bagi penambang tradisional.
Mulai dari pelatihan teknik penambangan berkelanjutan, pengelolaan limbah, hingga akses permodalan.
“Kita tidak ingin sekadar memberi izin, tapi juga memastikan mereka bisa beroperasi dengan baik,” ujar Krisantus Kurniawan.
Selain itu, Pemprov Kalbar juga harus berhadapan dengan kompleksitas birokrasi dan pengawasan.
Pengalaman daerah lain menunjukkan, tanpa sistem yang ketat, WPR bisa disalahgunakan untuk praktik tambang ilegal yang lebih masif.
Suara Rakyat Itu Harapan
Di pelosok Kalbar, suara penambang tradisional terdengar jelas. Beberapa menyambut gembira rencana WPR, seperti Salimanukil (42). “Kami ingin bekerja tenang, tidak diuber-uber polisi.”
Pemprov Kalbar harus meyakinkan semua pihak bahwa WPR bukan alat kontrol, tetapi solusi untuk kesejahteraan bersama.
Masa Depan Tambang Rakyat
Jika berhasil, Kalbar bisa menjadi contoh bagi provinsi lain dalam mengelola tambang rakyat secara berkeadilan.
Wagub Krisantus Kurniawan menutup pembicaraannya dengan pesan optimis: “Ini langkah awal. Kita bisa buat sejarah.”
Tapi, sejarah tidak ditulis dengan kata-kata. Ia ditulis dengan tindakan. Dan sekarang, semua mata tertuju pada 13 kabupaten dan kota di Kalimantan Barat. (ARP)