PONTIANAK, Infokalbar.com – Di tanah Borneo yang kaya raya, di antara gemericik aliran sungai dan bisikan angin yang membawa aroma rempah, terkuaklah sebuah lakon tak kalah dramatis dari sinetron sore hari.
Bukan tentang perebutan harta karun, melainkan tentang sesuatu yang lebih berharga: nama baik, dan tentu saja, duit yang tak segan-segan minta dijemput bak kurir paket kilat.
Kali ini, panggungnya adalah rimba pers, dengan aktor utamanya seorang berinisial AS dan, oh, seorang maestro pena yang konon memiliki kesaktian luar biasa, dari media berinisial FK.
Bayangkan saja, Tuan dan Nyonya pembaca budiman, di sebuah sudut Kalimantan Barat yang tenang, AS ini mendapati dirinya terjebak dalam pusaran badai berita.
Bukan badai topan yang menghempas atap rumah, melainkan badai kata-kata yang dilempar oleh sang oknum jurnalis dari media FK.
Dan tak tanggung-tanggung, badai ini datang bertubi-tubi, seperti rentetan hujan di musim penghujan, tak kurang dari 18 berita dalam rentang waktu yang sungguh singkat: hanya dari 25 Maret hingga 16 April 2025.
Delapan belas berita, Saudara-saudari! Delapan belas! Jangan-jangan lebih banyak dari jumlah cucian kotor di rumah tetangga sebelah!
Sebuah Simfoni Kecewa di Balik Laporan Dewan Pers
Konon, AS ini dengan hati yang remuk redam bak kerupuk yang terinjak gajah, tak kuasa menahan gejolak kecewanya.
Ia pun melangkahkan kaki dengan gagah berani ke markas besar para penjaga marwah pers: Dewan Pers.
Sebuah surat pengaduan resmi tertanggal 26 Mei 2025 pun dilayangkan, dengan air mata dan ketikan jari yang gemetar.
Dalam surat aduan, AS ini menuduh bahwa rentetan berita tersebut bukan sekadar produk jurnalistik biasa. Ah, tidak! Ini lebih dari itu.
Ini adalah sebuah upaya yang terstruktur, sistematis, dan masif (mirip pemilu, bukan?) untuk mencemarkan nama baik dirinya dan perusahaan yang ia miliki.
Dan yang lebih menggelikan lagi, ia mencium aroma tak sedap dari balik layar: tendensi mencari keuntungan pribadi oleh sang oknum jurnalis dan medianya.
Ini bukan sembarang tuduhan, Tuan dan Nyonya! AS ini, yang konon memiliki indra penciuman setajam anjing pelacak truffle, menemukan bukti nyata!
Bukti itu datang dalam bentuk chat melalui aplikasi pesan digital. Dan di sinilah bagian paling epik dari drama ini: sang oknum jurnalis media FK ini, dengan gaya bak sales properti sedang menawarkan rumah mewah, dengan gamblangnya meminta sejumlah dana sekitar Rp5 Miliar terkait pemberitaan tersebut.
Rp5 Miliar! Lima Miliar Rupiah! Sebuah angka yang bisa membuat tukang bakso di pojok jalan tersedak kuah panasnya dan membuat direktur bank pun mungkin harus berhitung ulang asetnya.
Ini bukan lagi soal berita, ini sudah masuk ranah negotiation skill tingkat tinggi, di mana harga sebuah berita bisa mengalahkan harga sebuah pulau pribadi!
Ketika Keadilan Menjelajah Jagat Maya
Melihat kegaduhan yang ditimbulkan oleh sang maestro pena dan sang pengusaha tambang, Dewan Pers pun tak tinggal diam.
Mereka, yang konon memiliki kebijakan setebal kamus ensiklopedia, segera mengambil tindakan.
Sebuah surat undangan mediasi, yang ditandatangani langsung oleh Ketua Dewan Pers yang terhormat, Profesor Doktor Komaruddin Hidayat, tertanggal 5 Juni 2025 dikirimkan.
Mediasi ini, yang entah akan berjalan seperti sidang paripurna atau seperti sesi curhat di kafe, akan dilakukan secara virtual, melalui aplikasi Zoom Meeting.
Catat tanggalnya, Saudara-saudari, karena ini akan menjadi tontonan yang menarik: 10 Juni 2025 pukul 10.00 pagi.
Bayangkan saja, di satu layar ada Bapak AS dengan wajah penuh kegalauan, dan di layar lain ada sang oknum jurnalis media FK dengan ekspresi yang mungkin saja datar, atau mungkin juga sedang menahan senyum kemenangan. Siapa tahu? Dunia maya memang penuh kejutan!
Dari Meja Dewan Pers ke Meja Penyidik: Ketika Hukum Tak Mau Kalah Eksis
Namun, drama ini belum usai. AS ini, yang rupanya memiliki semangat juang setinggi Monas, tak hanya mengandalkan Dewan Pers.
Ia juga melangkahkan kakinya ke markas para penegak hukum sejati: Polda Kalimantan Barat. Ibarat pepatah, sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali lapor, dua tiga instansi dihampiri!
Polda Kalimantan Barat, dengan sigap dan tanggap (tentu saja dengan seragam kebanggaan mereka yang penuh wibawa), pun mengeluarkan surat tanggapan bernomor: B/55/V/RES.2.5/2025/Direskrimsus.
Sebuah nomor yang begitu panjang, seolah ingin menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam menangani kasus ini.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Barat, yang pastinya memiliki tatapan setajam elang, menyampaikan bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan dugaan terjadinya tindak pidana.
Di sinilah bagian yang membuat kita berdecak kagum dengan betapa canggihnya hukum di era digital ini. Tuduhannya bukan main-main, Tuan dan Nyonya!
Ini adalah tuduhan atas:
- Setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
- Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti.
- Setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.
Semua ini, tentu saja, merujuk pada pasal-pasal cantik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yaitu Pasal 45A Jo Pasal 28, dan/atau Pasal 45B Jo Pasal 29, dan/atau Pasal 45 ayat 4 Jo Pasal 27A. Sebuah rangkaian pasal yang begitu indah, seolah mantra yang siap mengusir segala bentuk kejahatan di dunia maya.
Kini sang Penyidik Polda Kalimantan Barat yang terhormat, dengan bekal keahlian layaknya detektif Sherlock Holmes, akan segera melakukan pemeriksaan para saksi.
Kita hanya bisa membayangkan betapa serunya sesi wawancara ini, di mana setiap kata akan diurai, setiap chat akan ditelanjangi, dan setiap motif akan dibongkar habis-habisan.
Apakah keadilan akan benar-benar tegak? Atau akankah pena dan uang kembali berdamai dalam sebuah konspirasi senyap?
Hanya waktu yang akan menjawab, dan tentu saja, artikel-artikel berikutnya yang akan menguak segala rahasianya!
Kisah AS dan jurnalis FK ini menjadi cermin betapa tipisnya batas antara kebebasan pers dan penyalahgunaan wewenang.
Apakah Anda punya pengalaman serupa, atau justru pandangan lain tentang etika jurnalisme di era digital ini. (Petir)