KENDARI, infokalbar.com – Perilaku tidak terpuji seakan tidak lepas dari keseharian para oknum di tubuh institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Kali ini, kasus dugaan pemalakan alias pemerasan atau dengan istilah lain yang lebih bersahabat ‘pungutan liar’ terjadi di lingkungan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra).
Tidak tanggung-tanggung, aksi pemerasan yang diduga dilakukan oleh oknum aparat Krimsus Polda Sultra berinisial RHM itu berhasil meraup uang tunai Rp 70 juta.
Hal itu terungkap dari penuturan korban, yang tidak ingin namanya dimediakan, ke Sekretariat Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Kamis, 15 Juli 2021. Ia pun menceritakan pengalaman pahitnya saat mengurus Surat Ijin Berlayar (SIB) di Kantor Kesyahbandaran Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Kami menjual cargo nikel di IUP salah satu perusahaan di Konawe Utara dengan dokumen yang sudah sesuai dengan aturan pemerintah, lengkap. Setelah pengapalan tongkang, full pemuatan, kami minta dibuatkan Surat Ijin Berlayar ke pihak Syahbandar,” kata narasumber tersebut melalui jaringan WhatsApp-nya yang diterima langsung oleh Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke.
“Kemudian, informasi dari pihak Syahbandar bahwa harus koordinasi dengan pihak Polda Sultra di Kendari. Oleh pihak Syahbandar (oknum berinisial SRD) juga disampaikan bahwa kita harus menyetor 50 juta untuk oknum Polda, 20 juta untuk oknum Syahbandar,” sambungnya.
Narasumber tersebut menambahkan, bahwa keesokan harinya, Kamis 8 Juli 2021, pihaknya mendatangi Polda Sultra dan bertemu oknum Krimsus berinisial RHM sesuai arahan oknum Syahbandar, SRD.
“Kami ke kantor Polda di Kendari dan menanyakan hal ini, dan dibenarkan. Untuk menjaga agar kami tidak terkena pinalti demorid (demurrage atau biaya overstay-red) tongkang, kami harus memberikan sejumlah uang yang diminta agar Surat Ijin Berlayar bisa diterbitkan oleh pihak Syahbandar setempat,” paparnya.
Ia menduga modus pemerasan oleh oknum Krimsus RHM, yakni dengan bekerjasama dengan SRD oknum Syahbandar tersebut.
Sebagai barang bukti atas informasi yang disampaikannya, korban menyertakan foto sejumlah uang, nominal 100 ribuan, yang sudah tersusun dalam tujuh ikatan masing-masing 10 juta rupiah per-ikat. Uang Rp 70 juta tersebut dibungkus plastik hitam, di foto sebelum diserahkan kepada oknum pemeras, RHM yang berdinas di unit Kriminal Khusus Polda Sultra.
Secara singkat, kronologi kejadian kasus pemerasan itu diawali dengan kegiatan loading (pemuatan barang) nikel ke atas kapal tongkang di sebuah pelabuhan bongkar-muat barang di Konawe Utara, pada Selasa, 6 Juli 2021. Loading selesai sekira pukul 22.00 Wita.
Esoknya, Rabu, 7 Juli 2021, ia menghubungi Kesyahbandaran Konawe Utara untuk meminta dibuatkan Surat Ijin Berlayar atau SIB. Pada posisi ini, modus pemerasan mulai dijalankan oleh oknum SRD dan RHM. Pihak Syahbandar menginformasikan kepada korban sebagai pemohon SIB bahwa untuk mendapatkan dokumen SIB itu, pihak perusahaan harus menyetorkan sejumlah Rp 50 juta untuk oknum Krimsus Polda Sultra dan Rp. 20 juta untuk oknum Syahbandar.
Akhirnya, pada Kamis, 8 Juli 2021, pihak korban mendatangi Polda Sultra untuk menanyakan kebenaran informasi tersebut, dan ternyata dijawab benar demikian. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar lagi akibat denda keterlambatan pemberangkatan pelayaran (demurrage) yang nilainya cukup besar, maka korban terpaksa membayar sebesar yang diminta, yakni Rp 70 juta.
Di bagian akhir pesan WA-nya, Budi menanyakan apakah dirinya tidak terancam karena telah menyampaikan informasi pemerasan oleh oknum-oknum tersebut?
“Pak ijin, apakah ini aman buat saya? Kami takut bersuara karena rakyat biasa. Ketika dipojokkan, kami tidak bisa berbuat apa2 pak,” tulis korban menyampaikan rasa khawatirnya karena sudah memberikan informasi ini ke PPWI Nasional.
Saat akan dikonfirmasi terkait kebenaran kasus ini kepada oknum RHM dan SRD, keduanya terkesan tidak ingin memberikan informasi. Mereka masing-masing malahan memblokir nomor kontak Redaksi agar tidak dapat menghubunginya lagi. (APL/Red)