JAKARTA, infokalbar.com – Setahun pasca amendemen konstitusi soal masa perpanjangan jabatan presiden menjadi tiga periode, kudeta militer terjadi di Guinea, pada Minggu (05/09/2021). Tak hanya itu, sang presiden, Alpha Conde pun ikut ditangkap.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, Senin (06/09/2021), salah satu perwira militer Guinea, Letnan Kolonel Mamady Doumbouya, menyatakan alasan pihaknya melancarkan kudeta terhadap pemerintahan, lantaran pemerintahan Guinea dinilai telah “salah urus” negara, sehingga pihaknya harus mengambil tindakan pengambilalihan kekuasaan tersebut.
Doumbouya mengaku bertindak untuk kepentingan negara dan rakyat di negara Afrika Barat itu. “Tugas seorang tentara adalah menyelamatkan negara,” katanya.
“Personalisasi kehidupan politik sudah berakhir. Kami tidak akan lagi mempercayakan politik kepada satu orang, kami akan mempercayakan kepada rakyat,” sambung Doumbouya.
Menurut Doumbouya, setelah Guinea merdeka, tak ada kemajuan atau pergerakan di bidang ekonomi sejak 1958.
“Jika Anda melihat keadaan jalan kami, jika Anda melihat keadaan rumah sakit kami, Anda menyadari bahwa setelah 72 tahun, inilah saatnya untuk bangun,” katanya.
Militer dalam pernyataannya, telah membubarkan Konstitusi Guinea. Mereka juga turut menangkap Presiden Guinea Alpha Conde.
Sebagai informasi, bahwa Presiden Alpha Conde menang pemilihan presiden lagi pada tahun 2020 lalu untuk periode ketiga pemerintahannya. Tepat sehari sebelum pemilihan presiden, militer memblokir akses ke Kaloum setelah dugaan pemberontakan dari salah satu kelompok militer di timur ibu kota.
Pemungutan suara pada Oktober 2020 menjadi perdebatan sengit dan dituduh adanya kecurangan dalam Pemilu. Oposisi dan lawan utama Conde, Cellou Dalein Diallo menyebut pemilihan itu palsu.
Kemenangan itu, diiringi dengan demonstrasi warga yang menentang jabatan ketiga presiden, pada 7 November 2020 lalu. Imbas insiden itu puluhan orang tewas.
Pemerintah kemudian melancarkan tindakan keras dan menangkap beberapa anggota oposisi terkemuka atas dugaan perannya dalam kekerasan pemilu di negara itu.
Conde menjadi pemimpin pertama Guinea yang terpilih secara demokratis pada tahun 2010, dan memenangkan pemilihan kembali pada tahun 2015. Belakangan Conde dituduh hanyut ke dalam otoritarianisme. (FikA)