PARAH!! Penyelidikan Kasus Penipuan dan Penggelapan Jabatan PWI: Menyongsong Kebenaran Terlambat Tiba

Foto:Hendry Ch. Bangun

SANGGAU – Tepat pada awal tahun 2024, dinamika dunia pers Indonesia diguncang oleh sebuah laporan yang mengungkap adanya dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dalam jabatan yang melibatkan sosok sentral dalam tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.

Helmi Burman, anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat menjadi pahlawan yang mengungkap dugaan tersebut dengan menyerahkan bukti-bukti penting kepada penyidik Bareskrim Polri.

Laporan tersebut menyoroti dugaan penyalahgunaan dana dalam sejumlah program kerja sama antara PWI Pusat dan Forum Humas BUMN.

Kasus ini bukan sekadar soal dugaan penggelapan dana yang nominalnya mencengangkan, tetapi juga menggambarkan sebuah kisah tentang bagaimana integritas organisasi bisa terancam.

Betapa pentingnya keberanian individu untuk mengungkapkan fakta meski itu bisa berpotensi mempengaruhi karier dan reputasi pribadi.

Awal Mula Penyelewengan Dana Rp1,08 Miliar

Helmi Burman menjelaskan, bahwa sumber permasalahan ini bermula dari kerja sama antara PWI Pusat dan Forum Humas BUMN yang menghasilkan dana sebesar Rp1,08 miliar.

Namun, dana yang semula dimaksudkan untuk kepentingan organisasi dan program-program pelatihan wartawan itu justru diduga diselewengkan.
“Terdapat penarikan tunai sebesar Rp540 juta yang diklaim sebagai cashback (pengembalian dana) untuk Forum Humas BUMN,” ungkap Helmi.

Selain itu, penyelewengan lain ditemukan pada dana untuk Uji Kompetensi Wartawan (UKW), yang melibatkan pembayaran fee atau komisi kepada sejumlah oknum pengurus organisasi.

Total dana yang dicurigai disalahgunakan dalam kegiatan ini mencapai Rp691 juta. Dengan temuan-temuan tersebut, laporan yang diserahkan Helmi kepada Bareskrim Polri tidak hanya mencakup bukti transaksi, tetapi juga dokumen resmi dan hasil investigasi internal Dewan Kehormatan PWI.

Proses Hukum Bergulir

Penyidik Bareskrim Polri, setelah menerima laporan tersebut, menilai bahwa bukti yang ada sudah cukup untuk mendukung dugaan pelanggaran Pasal 372, 374, dan 378 KUHP.

Masing-masing pasal ini mengatur tentang tindak pidana penipuan, penggelapan dalam jabatan, dan pemalsuan.

Jika terbukti bersalah, pelaku dapat menghadapi ancaman hukuman penjara hingga lima tahun lamanya, sebuah hukuman yang cukup berat mengingat kedudukan mereka dalam organisasi besar seperti PWI.

Helmi, dalam keterangannya, menegaskan bahwa tujuan utama dari laporan ini bukanlah semata-mata untuk menghukum para terduga pelaku, melainkan untuk menegakkan integritas organisasi dan membuktikan adanya pelanggaran serius terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Kode Perilaku Wartawan (KPW), serta Peraturan Dasar dan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI.

“Kami ingin agar kebenaran terungkap, dan jika ada konsekuensi hukum, itu adalah risiko dari perbuatan mereka sendiri,” ujar Helmi tegas.

Namun demikian, meskipun sudah ada bukti dan laporan resmi yang diterima oleh Bareskrim Mabes Polri dengan nomor Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTL) 269/VIII/2024/BARESKRIM, proses hukum terhadap kasus ini tampaknya belum berjalan dengan mulus.

Kejutan dari Pemeriksaan di Polda Metro Jaya

Salah satu langkah penting dalam pengungkapan kasus ini adalah pemanggilan sejumlah saksi kunci yang terlibat dalam struktur organisasi PWI Pusat.
Pada minggu pertama Januari 2025, empat pengurus teras PWI Pusat dijadwalkan untuk diperiksa oleh penyidik di Polda Metro Jaya.

Pemeriksaan ini diharapkan dapat menggali lebih dalam keterlibatan pihak-pihak terkait dalam penyalahgunaan dana yang sudah terendus.

Kasus ini juga melibatkan dua nama besar, Hendry Ch. Bangun yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PWI Pusat, dan Sayid Iskandarsyah, mantan Sekretaris Jenderal PWI Pusat.

Keduanya diduga menjadi pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana yang akhirnya tercemar oleh penyelewengan.

Sejumlah pengurus lainnya juga dipanggil untuk memberikan kesaksian terkait aliran dana yang mencurigakan ini.

Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, ketika dimintai konfirmasi terkait kasus ini, belum memberikan jawaban pasti.

Namun, dia menyatakan bahwa pihaknya akan memeriksa laporan lebih lanjut dan melakukan pengecekan mendalam.

Hal ini menunjukkan betapa seriusnya aparat penegak hukum dalam menanggapi kasus yang mencoreng dunia jurnalistik Indonesia ini.

Dampak Sosial dan Profesional

Kasus penipuan dan penggelapan dana yang terjadi di tubuh PWI Pusat ini tidak hanya berimbas pada reputasi organisasi, tetapi juga memberikan dampak sosial yang lebih luas terhadap dunia pers di Indonesia.

Sebagai salah satu organisasi wartawan terbesar, PWI memiliki peran penting dalam menjaga kualitas dan integritas profesi jurnalistik.

Ketika citra organisasi ini ternoda oleh perbuatan oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenang mereka, masyarakat pun mulai meragukan kredibilitas seluruh anggota PWI.

Para wartawan yang selama ini berjuang untuk menegakkan kebenaran dan memberikan informasi yang berimbang, kini harus menghadapi tantangan besar.

Mereka harus berjuang bukan hanya untuk melawan ketidakadilan yang terjadi dalam lapangan.

Tetapi juga untuk membersihkan nama baik organisasi mereka dari aib yang ditinggalkan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab.

Pentingnya Transparansi

Di balik kasus ini, ada pelajaran berharga tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengelolaan dana organisasi.

Semoga dengan terungkapnya kebenaran, PWI Pusat bisa bangkit kembali sebagai organisasi yang lebih baik, lebih profesional, dan lebih dapat dipercaya.

Untuk itu, keberanian Helmi Burman dalam mengungkapkan fakta harus diapresiasi, dan harapan agar kebenaran dapat ditegakkan menjadi harapan bagi setiap anggota PWI dan masyarakat Indonesia secara umum.

Apakah hukum akan mengungkapkan pelaku yang sebenarnya? Waktu akan menjawab, namun satu hal yang pasti: bagi dunia pers Indonesia, menjaga integritas adalah segalanya. ***