PONTIANAK, Infokalbar.com – Suara gemuruh riuh rendah mengisi Aula Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pontianak Kalimantan Barat.
Di sana, 300 pasang mata tertuju pada sosok anggun nan berwibawa—Kristiana M Samosir, Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Kalimantan Tengah membawahi Kalimantan Barat.
Dengan suara lantang namun penuh kehangatan, ia membuka sesi penguatan kapasitas Hak Asasi Manusia (HAM) bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi 2024.
“HAM bukan sekadar teori,” ujarnya, “ia adalah nafas yang harus hidup dalam setiap langkah pelayanan kita.”
Udara pagi yang segar seolah ikut menyimak. Di ruangan itu, bukan hanya materi yang disampaikan, melainkan sebuah passion—semangat untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan di jantung sistem pemasyarakatan.
Titik Awal Menjadi ASN Humanis
Ini adalah hari-hari terakhir masa orientasi. Sebelum mereka resmi mengemban tugas sebagai abdi negara, Kristiana hadir untuk memastikan setiap calon Aparatur Sipil Negara (ASN) tak hanya memahami regulasi, tetapi juga menghayati esensi HAM dalam setiap tindakan.
“Lingkungan lapas dan rutan adalah medan yang penuh tantangan,” tegas Kristiana. “Di sanalah, integritas dan sensitivitas HAM kalian akan diuji.”
Para peserta, yang berasal dari berbagai latar belakang, duduk rapi. Beberapa mencatat dengan khidmat, yang lain mengangguk pelan, seolah meresapi setiap kata.
Diskusi Menyentuh Jiwa
Tak hanya ceramah satu arah, sesi ini dihidupkan dengan diskusi interaktif.
Beberapa studi kasus pelanggaran HAM di lembaga pemasyarakatan dibedah—bukan untuk menyalahkan, melainkan sebagai cermin refleksi.
“Bayangkan jika Anda yang berada di posisi mereka,” tantang Kristiana, merujuk pada narapidana yang kerap kehilangan hak dasar. “Bagaimana Anda ingin diperlakukan?”
Suasana hening sejenak. Seorang peserta mengangkat tangan, “Kita harus ingat, di balik jeruji, mereka tetap manusia.”
ASN Tangguh dan Berhati Nurani
Sebagai penutup, Kristiana berpesan: “Jadilah ASN yang tak hanya taat aturan, tetapi juga memiliki hati. Karena hukum tanpa humanisme adalah kekerasan yang berseragam.”
Acara ditutup dengan tepuk tangan panjang. Bukan hanya sebagai formalitas, melainkan sebuah ikrar—komitmen untuk menjalankan tugas dengan integritas dan penghormatan pada HAM.
Matahari mulai condong ke barat, meninggalkan jejak cahaya keemasan di antara jeruji-jeruji lapas.
Di dalam aula, sebuah api telah dinyalakan—api semangat untuk melayani dengan hati.
Kristiana M Samosir mungkin telah pergi, tetapi pesannya tetap bergema:
“Di tangan merekalah, masa depan pemasyarakatan yang manusiawi akan dibangun.”
Dan hari itu, Kota Pontianak tak hanya menyaksikan sebuah pelatihan—melainkan kelahiran 300 pejuang HAM baru. (Wawan Daly Suwandi)