Pontianak, infokalbar.com – Konferensi Nasional Ahli Hukum Kontrak Indonesia (AHKI) digelar secara virtual melalui zoom meeting dan sesuai prokes di Hotel Haris Pontianak, Sabtu (3/7/21).
Ketua Ahli Hukum Kontrak Indonesia (AHKI) Sabela Gayo mengatakan bahwa sebenarnya AHKI ini ingin memperoleh saran dan masukan dari pelaku pengadaan barang dan jasa dan juga pelaku kontrak barang dan jasa dilingkungan wilayah khususnya Provinsi Kalimantan Barat, Pemerintah kabupaten kota dan juga pada umumnya dari kementrian lembaga dan pemda lainnya diseluruh Indonesia tentang bagaimana persamaan presepsi mengenai penanganan permasalahan hukum kontrak barang dan jasa.
“Karena selama ini ada ketakutan dari pimpinan daerah, kementrian lembaga, pokja pemilihan penggunaan anggaran ataupun pejabat berkomitmen untuk melaksanakan kontrak barang dan jasa pemerintah, karena ketakutan itu tajut dipanggil dan diperiksa oleh penegak hukum, kepolisian, kejaksaan dan KPK,” ujar Sabela saat diwawancarai awak media.
Lebih lanjut dirinya mengatakan bahwa selama ini keluhanan begitu ada dugaan kerugian keuangan negara dalam rangka pelaksanaan kontrak barang dan jasa, maka yang pertama mereka diharuskan menyetor kembali kepada kas negara atau kas daerah.
“Padahal penyedia barang dan jasa selaku kontraktor tidak tahu apa – apa, prosesnya yang salah misalnya proses penyusunan HPS, kerangka acuan kerja spesifikasi teknis yang salah mengapa keuntungannya itu dibebankan pengembalian uang negara kepada penyediannya, karena mereka ikut tender itu setelah diumumkan disistem elektronik, menurut saya disitu kelemahannya,” ujarnya.
Selanjutnya Sabela mengatakan bahwa selalu sengketa kontrak barang dan jasa misalnya kekurangan spesifikasi teknis atau kemahalan harga, ini timbul menjadi tindak pidana korupsi selalu dibawa ke pengadilan padahal itu persoalan – persoalan kontrak barang dan jasa yang bisa diselesaikan secara perdata.
Dirinya berharap jangan sampai ketakutan dari stekholder atau pemangku kepentingan pemerintah daerah dalam hal ini pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen (PPK) menghambat pelaksanaan pembangunan nasional dan pembangunan daerah apalagi kita sedang fokus dalam pemulihan ekonomi nasional, jadi satu – satunya sumber dana yang dapat menggerakan ekonomi masyarakat itu hanya dari pengadaan barang dan jasa,” pungkasnya. (Bambang.l.A.Md)