Jakarta ,infokalbar.com
Penjelasan tentang carut marutnya hukum di Indonesia dan pihak apartemen Casa Grande yang tak kunjung memberikan unit apartemennya pada Dr
Ike Farida oleh tim kuasa hukumnya Putri Mega Kiyana, SH di Jakarta Senin (12/12/2022).
Kendati sudah melunasi kewajibannya sebagai pembeli, pihak pengembang malah melaporkan si pembeli ke kepolisian. Pengembang bernama PT Elite Prima Hutama (PT EPH) menuduh Ike Farida dan semakin mempersulit jalannya untuk mendapatkan unit impiannya.
Sudah 10 tahun lebih Ike Farida memperjuangkan hak-haknya namun terus-menerus dipermalukan dan ditindas oleh PT EPH. Terlebih, Polda Metro Jaya (PMJ) yang seharusnya
menjadi pelindung dan pelayan masyarakat malah menjadikannya tersangka atas tuduhan
sumpah palsu.
Dituduh beri Sumpah
Palsu PT EPH laporka Ike ke PMJ
April 2021 lalu, gugatan Ike dimenangkan dalam tahap Peninjauan Kembali (PK) sebagaimana Putusan MA RI No. 53 PK/Pdt/2021 yang melawan PT EPH karena tak kunjung serahkan apa yang menjadi hak Ike sejak tahun 2012.
Setelah mengetahui pihaknya kalah dan
diwajibkan serahkan unit, PT EPH justru melaporkan balik Ike ke PMJ.
Telah dituduh sumpah palsu padahal Ike sendiri tidak pernah bersumpah sebagai penemu novum karena bukan penemu novum.
Sebagai informasi sumpah novum dilakukan oleh penemu novum.
Ialah pencatatan pelaporan akta perjanjian kawin, yang dipermasalahkan oleh PT EPH.
Pihak pengembang menuduh Ike berikan sumpah palsu tersebut saat ajukan PK ke Mahkamah Agung.
Laporan yang dibuat oleh PT EPH secara nyata tidak berdasar dan tidak didukung bukti yang cukup. Sayangnya, penyidik PMJ justru seolah-olah memihak PT EPH.
ditunjukkan dengan betapa cepatnya laporanditindak.
Padahal Pasal 242 KUHP umumnya digunakan sebagai tindak lanjut
kekuasaan hakim dari sebagaimana digunakan dalam ketentuan Pasal 174 KUHAP, dimana terkait dengan sumpah palsu yang berwenang melakukan penilaian adalah Hakim Ketua.
Kepolisian tidak memiliki wewenang untuk menentukan apakah sebuah sumpah adalah palsu, bahkan pembuktian adanya sumpah palsu harus melalui prosedur yang diatur dalam KUHAP.
Faktanya, laporan itu bisa naik ke tahap penyidikan dalam waktu satu bulan, tanpa ada pengkajian atas putusan hakim. Penyidik pun tidak melakukan gelar perkara, dan tidak ada hal
yang bisa membuktikan. Sudah jelas penyidik PMJ salah dalam melaksanakan tanggung jawab
mereka.
Tuduhan tersebut juga keliru karena keabsahan novum juga sudah diputuskan oleh Putusan Putusan PK No.53PK/PDT/2021, dimana pada dasarnya pengajuan novum adalah hak
pihak yang berperkara, dan bukan merupakan tindak pidana. Jika PT EPH merasa novum yang diajukan tim kuasa hukum Ike tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau
meragukan keabsahannya, PT EPH bisa menyampaikannya dalam Kontra Memori Peninjauan Kembali.
Alih-alih melakukan itu, PT EPH tidak menyatakan apapun terkait novum yang
diajukan tim kuasa hukum Ike. Jikapun membantah keabsahan novum, bantahan tersebut telah dianulir oleh majelis hakim PK karena pada kenyataannya PK Ike dimenangkan.
Dirjen Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI, Dr. Mualimin Abdi, S.H., M.H., meminta Kapolda Metro Jaya untuk lakukan evaluasi agar Laporan Polisi yang dilakukan PT EPH kepada Ike dihentikan. Melalui surat bertanggal 30 September 2022 itu, Mualimin
sampaikan bahwa Ditjen HAM tetap berkomitmen dan sepakat terhadap semangat untuk mewujudkan rasa keadilan di tengah masyarakat melalui proses penegakan hukum yang
dilakukan termasuk aparat kepolisian.
Untuk melakukan evaluasi guna menghentikan penyidikan laporan PT EPH yang menuduh Ike telah melakukan sumpah palsu dan pemalsuan novum.
Rekomendasi itu muncul karena telah ada Putusan PN Jaksel No. 119/Pdt.Bth/2022/PN.Jkt.Sel tanggal 3 Agustus 2022 yang menyatakan bahwa PT EPH adalah Pelawan yang tak benar.
( Lina)